Perkembangan teknologi komunikasi yang menjelma dalam bentuk internet sungguh sangat menakjubkan. Betapa tidak. Melalui miliaran situs yang diadministrasikan dari seluruh pelosok dunia, kita bisa mencari informasi apa saja dengan hampir tiada hambatan. Mengapa begitu? Karena hanya dengan mengetik keyword satu kata saja akan bermunculan alamat situs dalam ratusan ribu yang siap memasok informasi yang kita inginkan, sejak informasi yang sangat mendidik sampai pada informasi yang sangat merusak, sejak dari informasi yang sangat santun sampai pada informasi yang sangat vulgar dan bahkan amat amat sangat tabu sekalipun.
Oleh karena itu di jaman internet seperti saat ini nyaris dunia tanpa batas, sehingga Kinichi Ohmae memberanikan diri membuat judul bukunya yang laris itu dengan frasa yang provokatif: The End of The Nation State. Kalau kita baca buku itu memang tersirat bahwa negara bangsa semakin pudar, tetapi yang muncul adalah negara dunia, yang kemudian juga melahirkan terminologi borderless world.
Lebih menarik lagi, Thomas L. Friedman menulis buku yang masuk kategori best seller dengan judul: The World is Flat. Padahal untuk menemukan teori bahwa dunia itu yang benar adalah bulat, telah memakan korban nyawa seorang ilmuwan, Galileo (kalau tidak keliru) akibat dipancung penguasa karena berani tidak mengatakan dunia itu datar. Ternyata datarnya dunia oleh klaim Friedman adalah karena hampir semua kejadian di dunia saat ini bisa dilihat dari sebuah layar komputeryang memang datar, baik secara tunda maupun dalam kurun waktu yang sama dengan kejadiannya (real on time). Fenomena ini semua membuat kita harus waspada terhadap anak-anak kita yang pada umumnya sangat maniak memanfaatkan internet, atau yang lebih populer di antara mereka adalah ngeNet.
Kalau saja anak-anak terlalu banyak bergaul dengan internet jika dibandingkan dengan orang di sekelilingnya, perlu juga kita waspadai. Mengapa begitu? Karena menurut hasil penelitian yang banyak dilakukan oleh para ahli e-learning, anak-anak di negara maju saat ini menghadapi gagap pergaulan dengan sesama manusia. Ketika mereka duduk berhadapan dengan jaringan mesin (internet) mereka sangat piawai untuk melakukannya dengan berbagai bahasa simbul ramah tamahnya mesin komputer, dengan berbagai akurasinya, dengan berbagai senda guarunya, dan dengan berbagai kecepatannya. Bahkan di jaringan komputer anak-anak bisa marah, bisa malu, bisa tertawa terbahak-bahak (lol), bisa menyesal dan sebagainya yang semuanya itu dapat diekspresikan melalui tulisan dan/atau simbol-simbol yang diciptakan secara maya. Tidak saja perasaan itu yang bisa mereka lakukan. Bahkan akhir-akhir ini anak-anak di negara maju sudah mulai ada yang bunuh diri dengan sengaja untuk diketahui oleh para komunitas maya mereka.
Fenomena dan perilaku baru yang terjadi ialah, ketika anak-anak terlalu maniak ngeNet ada kecenderungan ia tidak memiliki kecakapan dan kecerdasan sosial yang memadai. Ketika berhadapan dengan jaringan komputer secara maya, ia sangat percaya diri dan memiliki konsep diri yang kuat. Tetapi ketika harus berhadapan dengan masyarakat dan komunitas orang secara nyata, bukan secara maya, dia akan sangat gagap, dan bahkan ”clingus” yang berlebihan. Kalau saja anak-anak tidak berhasil membangun jaringan antar manusia, dipastikan masa depannya tidak akan bersinar. Orang yang tidak memiliki jaringan antar sesama manusia dipastikan akan gagal dalam kariernya. Sebaliknya, jaringan komputer harus ditempatkan sebagai instrumen pembantu manusia dalam mengambil keputusan dalam melakukan aktivitasnya di dunia yang nyata.
Tanggapan saya tentang berita di atas adalah :
Dalam mewaspadai perkembangan internet bagi anak-anak yang harus dilakukan adalah jangan sampai anak-anak ketagihan dan kemudian memiliki ketergantungan dengan situs yang tidak mendidik. Banyak sekali situs yang tidak mendidik bagi anak-anak. Situs pornografi tersedia secara prasmanan kalau sistem jaringan yang digunakan anak-anak tidak memiliki filter untuk mencegahnya. Orang tua sekarang tidak bisa lagi mengklaim bahwa anaknya belum pernah melihat gambar porno. Hampir semua anak-anak sudah melihatnya dalam aktivitas ngeNet itu tadi. Oleh karena itu sebagai orangtua tidak perlu panik, kemudian mengisolasi anak-anak dari teknologi informatika yang perkembangannya selalu semakin canggih dalam kurun waktu menit saja.
Orang tua juga jangan bersikap anti teknologi. Cara untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif internet dapat dilakukan dengan cara selalu mengadakan klarifikasi nilai kepada anak-anak mengenai hal-hal baik-buruk, boleh tidak boleh, manfaat dan mudharat berbagai informasi yang mungkin bisa diperoleh melalui kegiatan ngeNet. Dengan membekali kriteria pilihan-pilihan terhadap informasi yang mereka cari di internet, anak-anak akan menjadi mandiri, bisa mengambil keputusan sendiri secara benar bagi dirinya sendiri. Karakter seperti itu perlu kita bangun agar anak-anak ketika ngeNet mampu memilih situs yang memang berguna bagi dirinya, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan psikologisnya.